Ketika segelintir pertanyaan mulai
menyapa saya. Dari mulai “Udah kerja dimana Nur?” “Udah punya calon belum Nur?”
“Kapan nikah Nur?”. Saya jadi merasakan apa yang selama ini orang dewasa
rasakan. Berarti memang saat ini saya sudah dewasa *dari segi umur.
Ketika ada
orang nanya: Gimana sih caramu ngejalanin hidup Nur? Kok kayaknya walaupun
peristiwa sebel, ngenes, sedih tapi kamu bisa bikin itu lucu jadi sebuah PM
atau status. Atau temen-temen pada nyender kamu ketika mereka lagi ada masalah
dan butuh solusi.
Saya jawab pertanyaan pertama.
16 Februari
2017 saya sidang skripsi dan Alhamdulillah prosesnya menyenangkan. Beban saya
sebagai mahasiswa sedikit berkurang ketika melewati masa 3 tahun 5 bulan 16
hari. Yudisium selesai pada 15 Maret 2017 dan saat itu Surat Keterangan Lulus
bisa saya gunakan untuk melamar kerja sembari menunggu wisuda. Dalam hati saya
berkata “dunia nyata datang”. Merasakan pahit manis nya melamar sana-sini,
ditolak sana-sini membuat saya sadar bahwa untuk mewujudkan cita-cita sejak kecil
“membahagiakan orang tua dan jadi orang sukses itu” NGGAK GAMPANG. Ketika
seleksi administrasi aja nggak lolos, ketika hanya sampai tes tertulis dan
ketika diterima tapi kontrak nggak sesuai keinginan akhirnya mundur. Akan saya
ingat sampai kapanpun tempat-tempat mana saja yang pernah saya masuki lowongan.
24 Mei 2017
saya wisuda. Bukan bahagia tapi lebih tepatnya bersyukur. Bersyukur karena
Allah kasih rezeki buat kuliah, bersyukur karena keluarga support penuh
kegiatan saya, bersyukur karena Allah memudahkan urusan kuliah saya.
Ketika saya
share foto wisuda, orang mikirnya pasti saya bahagia, plong and it is my day. Saya tidak mau
terjebak dalam lingkaran setan sosial media, dimana saya hanya memperlihatkan
hal-hal yang terlihat “baik”. Karena biasanya orang-orang hanya mau
memperlihatkan “apa yang ingin diperlihatkan” versi terbaik dari diri mereka.
Padahal mereka tidak tahu ada cerita apa cerita dibalik foto tersebut. Ibarat rumah mewah belum tentu isinya rukun.
Saat wisuda saya demam dan rasanya pengen cepet pulang. Saat wisuda saya mikir “habis ini aku mau bisnis apa yaa? kerja apa
yaa? rezeki ku dari mana ya?”. Trus ini uang ku masih cukup nggak yaa sampe
tanggal 4 Juni. Karena Mei adalah bulan di ambang ke bokek an dimana banyak pengeluaran menyapa. Bagi saya wisuda itu
hanya sebuah selebrasi, yang penting adalah prosesnya. Ibarat orang nikah, yang
penting akadnya, resepsi adalah selebrasinya.
Dari akhir 2015
saya sudah freelance menjadi tentor
les privat SD. Saya jalani hanya dari satu siswa, jadi dua siswa, jadi 3 siswa.
Lama-lama jadi banyak siswa, sampai akhirnya saya putuskan untuk membuka
lembaga les privat sendiri. Saya cari murid, cari tentor dan saya kelola
sendiri. Jujur, sebenarnya saya pengen kerja dikantor atau sebuah perusahaan.
Saya pengen kerja sesuai SOP. Tapi Allah belum memberikan itu terhadap saya.
Saya jadi
merasakan, ternyata pintu rezeki itu terbuka dari berbagai macam cara. Allah
memang belum memberikan saya rezeki melalui sebuah perusahaan atau kantor. Tapi
Allah membuka pintu rezeki saya dari pintu yang lain. Beruntungnya saya hidup
di keluarga yang selalu support. Mereka tidak pernah mengeluhkan saya “cuma
kerja begini” tapi mereka turut mendoakan dan mendukung apa yang saya lakukan.
Selagi positif, halal, tanggung jawab dan saya enjoy.
Gaji yang
saya terima awalnya hanya Rp. 150.000,-. Itupun saya harus latihan mental
menghadapi karakter anak yang macem-macem. Kadang harus hujan-hujanan demi
menjemput rezeki yang sebenarnya “tidak seberapa”. Bahkan saya pernah nabrak
truk dan harus melerakan motor pemberian Bapak remuk bagian depan. Mungkin saya
lagi dapet teguran. Tuhan menampar saya saat saya lalai.
Hampir dua
tahun berjalan. Gaji saya sudah belipat-lipat (bukan sombong, just sharing). Tapi belum sebanding kok
sama gaji karyawan pabrik dan masih naik turun. Tapi saya bahagia, karena
setidaknya ada kesibukan yang mengelilingi saya. Setidaknya otak saya terus
bekerja dan saya juga tidak kesepian dirumah. Karena saya bisa beli barang,
buku favorit saya, belanja kebutuhan pribadi saya sendiri tanpa harus minta ibu
*kalau kepepet baru minta. Seandainya kalau ada temen ultah, nikah atau wisuda saya
sudah punya pegangan sendiri. Sekarang ibu juga tidak pernah melarang saya main
atau pergi kemanapun. Asal saya tetap bisa kontrol pengeluaran dan harus
menabung.
Saya tidak pernah merasa kekurangan.
Cukup saja segalanya berjalan. Padahal ya gaji tidak besar, dibanding mereka
yang sering nge-mall, ngafe, shopping, nonton, liburan. Tapi saya tidak pernah
sempat merasa iri dengan mereka. Karena setiap orang kan punya porsi rezekinya
masing-masing. Saya hanya punya rasa syukur. Tapi tidak menutup
kemungkinan ketika saya punya rezeki lebih mungkin bakal sering belanja juga.
Namanya juga cewek.
Saya jawab pertanyaan kedua dan ketiga
Udah punya
calon belum Nur? Kapan nikah Nur?
Belum. Yaa
mungkin udah tapi masih dirahasiakan sama yang diatas. Nikahnya besok kalau
udah dilamar.
Saya jawab pertanyaan keempat
Hidup saya juga tidak selucu PM/status yang saya buat. Temen-temen
nyender saya ketika mereka lagi ada masalah yaa Alhamdulillah. Tandanya kan
mereka percaya dengan saya. Sudah saya bilang “saya memang belum tentu bisa
memberikan solusi terbaik tapi setidaknya dengan mereka cerita itu bisa membuat
sedikit lebih lega”. Kuncinya: Jadilah
pendengar yang baik.
Kalau boleh
menoleh ke belakang, terlalu banyak hal berat yang harus saya lewati. Mungkin
kalau tidak ada peristiwa kemarin, saya tidak sekuat hari ini.
Dari
kepolosan dan ketidak tahuan saya waktu kecil, ibu merasakan sakit minta ampun
dan harus bolak balik ke rumah sakit karena kejatuhan sapi. Saya adalah anak
yang selalu dititipkan pada kakek neneknya, tantenya, dan bahkan pernah
tetangganya. Sampai akhirnya Bapak harus menggendong saya sambil mengajar di
SD. Tapi saya jadi mengerti tentang kasih sayang dari banyak orang. Keluarga
yang gotong royong waktu orang tua saya sakit.
Waktu saya
harus ditinggal selamanya karena kematian membuat saya nyaris kehilangan diri saya sendiri. Suatu
hari, ketika kamu melihat di depan matamu, ia yang kamu sayangi tiada. Kamu
akan menyadari, bahwa kematian selalu menepati janji. Nikmat yang harus saya
syukuri adalah ditempatkan di keluarga yang sepenuhnya sayang, tidak ada
kepura-puraan. Mereka bilang: Kamu nggak sendiri Nur, ada kita. Bangkit yaa... J
Hal yang
ibu saya takutkan tidak terjadi. Ketika awalnya penghasilan kami waktu Bapak
masih ada masih tercukupi, tapi ketika Bapak meninggal menjadi turun drastis. Hidup
dari seorang pensiunan PNS sebenarnya tidak banyak. Tapi Alhamdulillah ibu saya
bisa mengelola uang tersebut dengan baik. Keluarga juga membantu tanpa meminta
kembali. Kami tidak punya hutang sana sini sudah lebih dari cukup, bisa makan
3x sehari bahkan lebih harus bersyukur banget. Apalagi sampai saya bisa kuliah.
Maka nikmat Tuhan mana lagi yang mau saya dustakan?
Ketika ada
orang yang nggak suka sama saya. Karena iri misalnya. Saya jadi mikir, emangnya
saya punya apa sehingga dia harus iri sama saya? Cantik juga enggak, tinggi,
ramping, putih juga enggak, kaya juga belum, cuma mungkin kadang saya sedikit
belagu sama kepedean sihh *hahaha bercanda. Saya cuma punya rasa syukur atas apa yang saya punya saat ini, atas apa
yang terjadi dalam hidup saya. Masih banyak hal yang belum saya punya dan
memang harus saya minta kepada Tuhan. Tapi mungkin Tuhan masih ingin melihat
usaha dan doa saya lebih banyak lagi.
Saya pernah
iri sama orang. Kok kayanya dia punya
segalanya, kok kayanya dia selalu diatasku, kok kayanya dia selalu bisa
mendapatkan apa yang dia inginkan tanpa harus susah payah. Tapi lama-lama
hati capek sendiri. Sumpah deh, iri itu nggak perlu usaha. Kan ada hadist “Janganlah
engkau iri akan nikmat yang diberi oleh Tuhanmu kepada orang lain. Karena
sesungguhnya engkau tidak tahu apa nikmat yang sudah Tuhan ambil dari hidupnya”.
Kita nggak tahu kan orang dari gendut bisa kurus karena diet mati-matian nggak
makan nasi dan indomie pake telur malem-malem? Karena setiap orang pasti punya
sesuatu yang nggak bisa dia miliki dan itu dipunyai sama orang lain
disekitarnya.
Saya bukan
teman, tetangga, partner, sahabat yang super manis dan punya banyak kelebihan.
Tapi saya selalu berusaha jadi manusia jujur dan tulus. Sampai sekarangpun
masih belajar. Wajah saya hanya apa adanya yang bisa kalian lihat. Saya
percaya, ketika saya memperlakukan orang lain dengan baik, mereka juga akan
baik terhadap saya. Dan saya tidak perlu repot-repot untuk marah apabila ada
yang mencurangi saya. Karena Tuhan-lah yang akan membela kamu langsung bila
kamu dicurangi.
Saya pernah
membaca: “Sesungguhnya, manusia yang paling menyedihkan adalah yang
kebehagiaannya datang dari mencuri senyum dari wajah-wajah di sekitarnya. Ada
orang-orang yang memang memang cara hidupnya sangat malang, karena
keberadaannya justru hadir lewat jalan mengecilkan cara hidup orang lain, hanya
agar dirinya terlihat lebih besar-Fa”. Jadi sebenarnya saya adalah orang yang
super cuek ketika ada yang tidak suka dengan saya. Itu hak mereka, yang penting
hati saya tertata. Toh, kita tidak bisa memaksa semua orang untuk suka dengan
kita. Hidup ini imbang, ada suka-duka pasti ada yang suka-dan tidak suka.
Saya juga
tidak seberuntung manusia yang lain, yang punya pasangan yang baik. Saya pernah
merasakan ditinggalkan dan patah hati. Tapi dari situ saya belajar bagaimana
bangkit lagi, bagaimana tumbuh lagi dan lebih berhati-hati dalam memilih. Enam
tahun terakhir ini semoga Tuhan sedang menjaga saya, menjaga dari hal yang
tidak pasti, menjaga dari hal yang memang nantinya bukan ditakdirkan untuk saya,
karena itu tidak diberikan untuk saya. Sabar kalau belum ketemu jodohnya,
ikhlas kalau memang yang hadir kemarin bukan jodohnya.
Cara
survive yaa begini “belajar bersyukur” dan “nggak iri-an sama orang”. Kita
melihat hidup orang lain enak, tapi kita nggak tau masalah apa yang sedang dia
hadapi. Siapa tahu dia punya masalah lebih besar hanya bedanya dia tidak
mengeluh.